Saat itu, matahari belum terik benar. Angin juga masih sepoi-sepoi, sangat terasa sekali embusannya di atas hijaunya rumput stadion.
Tampilan Coach Seto, sapaannya, pagi itu tampak santai. Mengenakan training hitam dibalut hoodie putih, tak mengurangi gaya melatihnya yang selama ini dikenal kalem, namun tajam.
Sang arsitek tak berhenti berteriak. Suaranya lantang sembari menggenggam kedua telapak tangannya di belakang pinggang atau seperti sikap "istirahat di tempat". Sesekali, satu kakinya berdiri di atas bola.
Matanya juga terus menatap pergerakan para pemain menggiring, mengontrol, dan mengumpan bola. Pemain-pemain, seperti Kim Jefry Kurniawan, Irkham Mila, hingga sekelas pemain asing Jonathan Cantillana tak luput dari pengawasannya.
Seto adalah putra daerah. Lahir di Sleman, 14 April 1974. Saat berkarir sebagai pemain, posisinya adalah gelandang serang. Klub yang dibelanya juga tak jauh dari tanah kelahirannya, seperti, PSS Sleman, Pelita Solo, PSIM Yogyakarta, dan Persiba Bantul.
Prestasi gemilangnya saat membawa Persiba Bantul sebagai juara Divisi Utama musim kompetisi 2010/2011. Ketika itu, Seto sebagai pemain merangkap asisten pelatih, sekaligus sebagai jalan atau rintisannya menuju pelatih kepala, termasuk saat ia memutuskan untuk mengikuti kursus kepelatihan dan menjadi pelatih profesional. Sejak 2013, Seto pernah melatih PSIM Yogyakarta, Pra-PON DI Yogyakarta, dan sekarang PSS Sleman.
Seto adalah satu di antara lima pelatih lokal yang saat ini melatih klub BRI Liga 1. Di putaran kedua musim kompetisi 2022/2023, dari 18 tim peserta, hanya lima klub yang menggunakan jasa pelatih kelahiran Bumi Indonesia.
Selain Seto Nurdiantoro, terdapat juga Rahmat Darmawan (Barito Putra), I Putu Gede (Arema FC), Agus Sugeng Riyanto (Bhayangkara FC) serta Aji Santoso (Persebaya). Bahkan, nama terakhir tercatat sebagai satu-satunya pelatih yang mengantar timnya nangkring di peringkat tujuh besar.
Enam tim lain di atasnya, yaitu PSM Makassar, Persib Bandung, Persija Jakarta, Borneo FC, Madura United dan Bali United dipegang oleh pelatih-pelatih berkewarganegaraan asing.
Ada nama-nama pelatih yang sempat menjadi keluarga besar klub terkemuka Eropa, seperti Thomas Doll (ekspelatih Borussia Dortmud) dan Luis Milla (eks pelatih Timnas Spanyol U-23).
Nama pelatih Bali United, Stefano Cugurra atau akrab disapa Teco, bahkan bisa dikatakan sebagai pelatih asing tersukses di Liga Indonesia. Torehan hattrick titel Liga 1 berhasil disandangnya.
Ketika sebagai pelatih kepala, pada musim 2018 sukses membawa Persija Jakarta sebagai yang terbaik, lalu dua musim berikutnya giliran Bali United yang dibawanya terbang tinggi, bahkan ke level Asia.
Jauh sebelum itu, saat karirnya masih sebagai asisten pelatih fisik di Persebaya yang kala itu diasuh Jacksen F Tiago, ia sudah memenangi titel juara liga tahun 2004.
Di antara sebagian nama-nama besar itu, Pelatih Persebaya Aji Santoso terbukti paling tak gentar dan mampu membuktikan sebagai pelatih lokal berkualitas.
Tak hanya hasil akhir atau poin yang didapat, tapi permainan selama 2x45 menit di atas lapangan membuat klubnya disamakan dengan Arsenal, bahkan ada yang bilang Barcelona-nya Indonesia.
Permainan cepat, tiki-taka, satu dua sentuhan, yang selama ini menjadi khas Barcelona dan Arsenal di Eropa mampu menghipnosis pecinta bola Tanah Air.
Komentator sekaligus pengamat sekelas Binder Singh dalam unggahan di YouTube-nya di channel @bolabungbinder, tak berlebihan menyamakan gaya bermain Persebaya yang mirip Arsenal.
“Tampak secara permainan Persebaya benar-benar menghibur, saya tidak bercanda, saya melihat sekilas mirip Arsenal saat lawan MU. Arsenal menyerang sampai kotak penalti, ciptakan peluang di pertahanan penalti lawan. Itu juga yang menjadi konsep Aji Santoso. Persebaya menyerang melalui membangun serangan,” demikian ulasan Bung Binder, sapaannya, pada 23 Januari 2023.
Lokal vs asing
Dari 18 tim Liga 1, 13 klub menggunakan jasa pelatih asing. Tak semuanya mulus memang. Sejumlah pelatih asing harus angkat koper lebih cepat karena gagal membuktikan kualitasnya.
Seperti Persib Bandung, saat di awal-awal musim putaran pertama lalu. Masih beberapa laga, Robert Rene Alberts menyatakan mundur karena hasil minor timnya.
Ada Javier Roca yang saat itu melatih Persik Kediri. Gagal bersama “Macan Putih”, ia berlabuh ke Arema FC, namun lagi-lagi tak sesuai ekspektasi hingga akhirnya tenaganya tak dibutuhkan. Perannya digantikan pelatih lokal sekaligus legenda “Singo Edan”, I Putu Gede.
Nama lain, seperti Jacksen F Tiago, dengan pengalamannya sebagai pemain yang sukses beberapa kali menjuarai liga, lalu berlanjut tren positifnya saat melatih, kini sudah tak berdiri di tepi lapangan. Masih “seumur jagung” memegang Persis, ia menyatakan mundur.
Berikutnya ada Sergio Alexandre yang harus meninggalkan PSIS Semarang karena hasil buruk di enam laga awal, hingga Dejan Antonic yang justru hanya mampu membawa timnya berkutat di zona degradasi.
Satu lagi nama Eduardo Almeida yang sempat melatih Arema FC, tapi taktiknya gagal berjalan baik dan manajemen menganggapnya tak sesuai harapan, sehingga saat itu harus digantikan oleh Javier Roca.
Di deretan nama lokal, pelatih-pelatih ternama turut meramaikan Liga 1 musim ini. Coach RD, sapaan Rahmad Darmawan, dipercaya melatih RANS Nusantara, usai mengantar klub milik artis terkenal Rafi Ahmad tersebut naik ke kasta tertinggi Liga Indonesia.
Ada nama Nil Maizar sebagai pelatih Dewa United dan Djadjang Nurdjaman memegang tim Persikabo 1973, tapi keduanya kini sudah “menganggur”, sebab diberhentikan oleh klubnya masing-masing.
Kini posisi Nil Maizar di Dewa United diambil oleh Jan Olde Riekerink (Belanda), sedangkan Djadjang digantikan Aidil Sharin (Singapura).
Nasib sedikit beruntung dialami Rahmat Darmawan. Akibat tak diperpanjang kontraknya oleh RANS yang kemudian mengontrak Rodrigo Santana (Brasil) sebagai pengganti, Coach RD masih dipercayai oleh Barito Putra dengan harapan bisa terdongkrak dari zona degradasi.
Pelatih lokal berkualitas lainnya, Widodo Cahyono Putro, bernasib serupa. Dianggap gagal membawa Bhayangkara FC beranjak dari papan bawah atau hanya berjarak tipis dari tim penghuni zona degradasi, pelatih asal Gresik tersebut digantikan perannya oleh asisten pelatih Agus Sugeng Riyanto.
Pengetatan regulasi
“Berkuasanya” pelatih asing di Liga 1 musim ini membuat nama-nama beken Tanah Air tenggelam. Joko Susilo (eks pelatih Persik), Hendri Susilo (eks pelatih Persiraja), Imran Nahimarury (eks PSIS), Iwan Setiawan (eks Persela), dan sejumlah nama lainnya tak muncul di permukaan liga kasta tertinggi.
Sempat berjuang, berjibaku, dan saling membuktikan kualitasnya, nama-nama tersebut di atas nyaris tak terdengar. Ditambah lagi dihentikannya kompetisi Liga 2 dan 3 yang membuat insan-insannya harus rela menyaksikan sepak bola dari layar kaca.
Pelatih PSS Sleman Seto Nurdiantoro memiliki opini pribadi. Menurut dia, pelatih asing yang melatih klub di Indonesia harus bisa menjadi contoh dan menunjukkan prestasinya.
Namun, Seto tetap berharap akan banyak pelatih-pelatih lokal berkualitas, apalagi saat ini disebutnya tak sedikit pelatih muda bermunculan.
“Harapan saya, ke depan banyak diberi kesempatan untuk pelatih lokal. Boleh dan sah saja pelatih asing, tapi kalau bisa jangan terlalu banyak bawa gerbongnya,” katanya.
Coach Seto juga menyinggung regulasi bagi pelatih asing. Ia berharap federasi (PSSI), tetap selektif dan mengatur ketat aturan-aturan mengenai pelatih asing di Liga 1.
Hal senada disampaikan Pelatih Persebaya Aji Santoso yang menggarisbawahi persoalan regulasi pelatih asing. Meski di dunia profesional tak boleh ada yang melarang kedatangan asing, namun harus ada aturan baku yang dijadikan acuan.
“Seperti yang sudah saya bahas dengan asosiasi pelatih, harus ada aturan baku. Contoh, paling tidak pelatih asing itu, minimal sudah lima tahun melatih di kompetisi di negaranya, dan terstandar sertifikat kepelatihan,” ucap pelatih berlisensi UEFA Pro tersebut.
Di sisi lain, kehadiran pelatih-pelatih asing di Indonesia harus dijadikan tantangan bagi pelatih lokal agar lebih bekerja keras dan belajar bersaing.
Memang saat ini didominasi pelatih asing, tapi kita tak boleh menyalahkannya. Diakui pelatih asing bagus-bagus, seperti Thomas Doll atau pun Luis Milla. Kedatangan mereka harus menjadi tantangan serta motivasi agar pelatih lokal memiliki kemampuan dan kemauan untuk belajar menjadi lebih baik.
Lantas, bagaimana pandangan atau dilihat dari sisi pemain? Kapten kedua Persebaya, Rizky Ridho berpendapat siapapun pelatihnya, baik asing maupun lokal, pemain harus bisa mengikuti aturan serta cara bermainnya.
Pemain PSS Sleman, Bagus Nirwanto, memiliki pandangan berbeda. Selama karirnya di dunia sepak bola profesional, pemain kelahiran Sidoarjo tahun 1993 tersebut mengungkap sejumlah perbedaannya.
Bagi dia pelatih asing lebih banyak penekanan di fisiknya, tapi banyak terkendala bahasa. Berbeda jika pelatih lokal, di dalam maupun luar lapangan lebih saling mengerti dan membaur, sehingga tumbuh kesamaan.
Di BRI Liga 1 saat ini yang tersisa hanya beberapa pekan lagi, bukan tidak mungkin ada pelatih asing maupun lokal bakal tereleminasi. Penggantinya, bisa lokal juga atau bahkan malah asing lagi.
Kiprah pelatih-pelatih lokal yang masih “bertahan” di bawah pusaran dan dominasi pelatih asing layak dinantikan. Lisensi terstandarisasi yang dimiliki harus mampu menjadi bukti berkualitasnya pelatih lokal.
Tak sekadar hebat secara kuantitas di klasemen atau poin yang diraih setiap pertandingan, permainan menawan nan indah diyakini bakal membuat pelatih lokal dikagumi.
Dengan demikian, jajaran nama-nama legenda hidup sepak bola Indonesia yang memilih melanjutkan karirnya sebagai arsitek tim akan tetap mendapat tempat di hati suporter dan pecinta sepak bola Tanah Air.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023